Monday 20 June 2016

BACAAN PENTING BAGI YANG BUTUH JADI PETUGAS SHOLAT JUM'AT DAN HARI RAYA

BACAAN IQOMAH SHOLAT IDUL FITRI

# ASSHOLATU JAMI'AH 3X
# SHOLLU SHOLATALLI IDIL FITRI
# NAFI YATALLAKUM WA ITBA 'ALI SUNNATI NABIYYIKUM
   ROHIMA KUMULLAH
# SHOLATAL LAILA HAILLALLAH




------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BACAAN BILAL IDUL FITRI/IDUL ADHA DAN SHOLAT JUMA'AT


# INNALLAH HAWAMALA IKATAHU YUSHOLLU NA'ALANNABI
   YAA AYYUHALADZI NA'AMANU SHOLLU ALAIHI WASSALIMU TASLIIMAH
# ALLAHUMMA SHOLLY WA SALLIM  'ALA SAYYIDINAA MUHAMMADIN     
   SAYYIDIL  MURSALIN
# WA'ALA ALIHITTOYYIBI NATTHOHIRI NARROSYIDI NA WA ASHABIL AKROMIN

   NAWARDO ANHUM AJMAIN..
# BIROHMATIKA YAA.. ARHAMAR ROHIMIN

setelah khotib duduk untuk membaca khotbah kedua bilal membaca :


# Allahuma sholli 'ala sayyidina muhammadiw wa'ala alihi sayyidinaa muhammad





------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------ 


BACAAN DO'A BILAL IDUL FITRI/ADHA

ALLAHUMMAH QOWWIYUL ISLAM MAWAL MUSLIMIN
WASYAYYAROHUM 'ALA MAHYIDDIN BIROHMATIKAYAA.. ARHAMARROHIMIN
WALHAMDULILLAH HIROBBIL ALAMIN

                                            






Monday 23 May 2016

Marhaban Yaa Ramadhan 1437H / 2016
Marhaban Yaa Ramadhan, Allohummaktub Lanaa Shiyaama Romadhan Kaamilan

KAJIAN FIKIH (MAZHAB SYAFII)
BAB PUASA

A. DEFINISI
Puasa berasal dari bahasa arab: shâma yashûmu shauman wa shiyâman  ((صام يصوم صوماً وصياماً yang artinya menahan diri. Makna ini sebagaimana yang disebutkan Allah ketika menceritakan tentang Maryam:
إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا
“Sesungguhnya aku telah bernazar puasa untuk Tuhan YanMAg Maha Pemurah, maka tidak akan berbicara dengan siapapun pada hari ini.” (Maryam:26).
Maksud puasa disini adalah menahan diri untuk tidak berbicara.
Secara istilah, puasa adalah menahan diri dari semua yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat tertentu.
ramadhan
B. SEJARAH DAN DALIL PENSYARIATAN
Puasa Ramadhan diturunkan perintah kewajibannya pada bulan Syaban tahun 2 H. Puasa bukan ibadah yang dikhususkan kepada umat Islam saja tetapi juga umat-umat sebelumnya. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (Al-Baqarah: 183)
Rasulullah SAW bersabda:
بُنِيَ الإِسْلامُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَنَّ مُحَمَّدَاً رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلاةِ، وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَحَجِّ البِيْتِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun diatas lima perkara: kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, melaksanakan haji, dan berpuasa Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Selama hidupnya, Rasulullah SAW telah berpuasa sebanyak sembilan kali. Seluruhnya berjumlah 29 hari kecuali sekali berjumlah lengkap 30 hari.
Ramadhan adalah nama bulan bangsa Arab yang kesembilan. Dan merupakan bulan yang paling afdal. Dinamakan Ramadhan karena ketika bangsa Arab menetapkan nama untuk bulan tersebut bertepatan dengan suasana yang sangat panas. Maka dinamakanlah Ramadhan yang berasal dari kata ramdhâ’ yang berarti sangat panas. Ada juga yang mengatakan bahwa dinamakan demikian karena Ramadhan membakar dosa-dosa manusia.
Hukuman Orang Yang Tidak Berpuasa Ramadhan
Puasa Ramadhan adalah salah satu rukun Islam dan sebuah perkara yang diketahui secara umum (ma’lûmun minad dîni bid dharûrah). Oleh karena itu, barang siapa yang mengingkari kewajibannya maka ia telah kafir dan diperlakukan sebagai orang murtad, yaitu diberi kesempatan tiga hari untuk bertaubat dan melaksanakan puasa. Jika menolak maka dihukum mati.
Adapun orang yang tidak mengingkari kewajiban puasa Ramadhan tapi ia enggan atau malas melaksanakannya maka dihukumi fasik dan berlaku semua hukum kefasikan, seperti tidak diterima kesaksiannya, makruh shalat di belakangnya, dan lain-lain. Penguasa harus menahannya dan tidak memberinya makanan dan minuman pada siang hari sehingga ia seperti orang yang berpuasa meskipun secara zahir saja.

C. KEUTAMAAN PUASA
Terdapat banyak sekali ayat dan hadis yang menjelaskan keutamaan puasa. Diantaranya adalah:
1) Allah berfirman:
كُلُوْا وَاشْرَبُوْا هَنِيْئاً بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي اْلأَيَّامِ الْخَالِيَةِ
“Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu.” (Al-Haaqqah:24).
Imam Waki’ berkata: “Maksudnya hari-hari puasa karena mereka meninggalkan makan dan minum.”
2) Allah berfirman:
وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang menjaga kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang menyebut Allah (berzikir), Allah telah menyediakan bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.”(Al-Ahzaab: 35).
3) Dalam hadits qudsi Allah berfirman:
كُلُّ حَسَنَةٍ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِئَةِ ضِعْفٍ، إِلاَّ الصِّيَامَ فَهُوَ لِيْ وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
“Semua kebaikan dikali sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat. Kecuali puasa karena dia untukku dan Akulah yang akan memberinya pahala sendiri.” (HR. Bukhari dan Malik).
4) Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ صَامَ يَوْماً فِيْ سَبِيْلِ اللهِ بَاعَدَ اللهُ مِنْهُ جَهَنَّمَ مَسِيْرةَ مِئَةِ عَامٍ
“Barang siapa berpuasa satu hari di jalan Allah maka Allah akan menjauhkan dirinya dari neraka Jahanam sejauh jarak perjalanan seratus tahun.” (HR. Nasa’i).
5) Rasulullah SAW bersabda:
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ، وَإِذَا لَقِيَ اللهَ فَرِحَ بِصَوْمِهِ
“Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan. Kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika bertemu Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
6) Nabi SAW bersabda:
صَمْتُ الصَّائِمِ تَسْبِيْحٌ، وَنَوْمُهُ عِبَادَةٌ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ
“Diamnya orang puasa adalah seperti bertasbih, tidurnya adalah ibadah, doanya terkabulkan, dan amal ibadahnya dilipatgandakan.” (HR. Dailami).
7). Dalam hadis lain:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ وَحِصْنٌ حَصِيْنٌ مِنَ النَّارِ
“Puasa adalah tameng dan benteng yang kuat dari api neraka.” (HR. Ahmad).

WALLAHU A’LAM

Taken From : http://ahmadghozali.com

Doa dan Ruqyah Untuk Mobil Baru

Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Tradisi di sebagian masyarakat, jika seseorang beli kendaraan baru (motor atau mobil) ia mengadakaan selamatan. Ia mengundang tetangga-tetangganya untuk berdoa dan makan bersama. Tujuannya sebagai bentuk syukur atas nikmat yang baru didapat dan supaya kendaraan yang baru dibeli membawa kebaikan dan dijauhkan dari bencana.
Tulisan ini tidak menyoroti acara selamatan tersebut, tapi lebih ingin menyingkap bacaan doa atas kendaraan baru. Adakah doa yang baik untuk diucapkan atas kendaraan tersebut?
Terdapat sebuah hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
إِذَا تَزَوَّجَ أَحَدُكُمْ امْرَأَةً أَوْ اشْتَرَى خَادِمًا فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
“Apabila salah seorang kamu menikahi wanita atau membeli budah hendaknya ia membaca, ‘Allaahumma innii as-aluka khairaha wa khaira maa jabaltahaa ‘alaihi wa a’uudzu bika min syarrihaa wa min syarri maa jabaltahaa ‘alaihi’ (Ya Allah sesungguhnya aku memohon kebaikannya dan kebaikan apa yang Engkau ciptakan pada dirinya. Dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan apa yang Engkau ciptakan pada dirinya).” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Keterangan yang lain, laki-laki meletakkan tangan kanannya di ubun-ubun istrinya seraya berdoa dengan doa di atas. Tambahan di Sunan Abi Dawud,
وَإِذَا اشْتَرَى بَعِيرًا فَلْيَأْخُذْ بِذِرْوَةِ سَنَامِهِ وَلْيَقُلْ مِثْلَ ذَلِكَ
Dan apabila ia membeli unta hendaknya memegang punuknya dan membaca seperti di atas.
Sedangkan mobil termasuk kendaraan, sefungsi dengan hewan kendaraan seperti unta, keledai dan lainnya. Karenanya, disunnahkan berdoa memohon kebaikan dan berlindung dari keburukan kendaraan yang baru dibelinya itu.
Berdoa memohon keberkahan pada kendaraan juga disyariatkan. Khususnya saat berharap kendaraan menjadi sarana Allah limpahkan kebaikan dan supaya dihindarkan dari pengaruh ain (pandangan mata yang buruk) yang berasal dari hati yang dengki.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مِنْ أَخِيهِ وَمِنْ نَفْسِهِ وَمِنْ مَالِهِ مَا يُعْجِبُهُ فَلْيُبَرِّكْهُ فَإِنَّ العَيْنَ حَقٌّ
"Apabila salah seorang kalian melihat kekaguman pada saudaranya, pada dirinya, dan hartanya, hendaknya dia mendoakan barakah untuknya, karena pengaruh 'ain itu benar adanya." (HR. Ahmad 3/447, al-Hakim 4/215 dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam al Silsilah al Shahihah no. 2572 dan al Kalim al Thayyib no. 244)
Mengucapkan Maa Syaa Allahu Laa Quwwata Illaa Billaah (Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah) juga dibolehkan, khususnya, saat dirinya takjub dengan keindahan nikmat barunya itu. Dalilnya, firman Allah Ta'ala dalam surat al-Kahfi,
وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
"Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu Maa Syaa Allaah Laa Quwwata Illaa Billaah (Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)." (QS. Al Kahfi: 39)
Diriwayatkan dari Anas bin Malik Radliyallah 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Siapa yang melihat sesuatu yang membuatnya kagum, hendaknya dia berucap: Maa syaa Allaah Laa Quwwata Illa Billaah (Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah) karenanya dia tidak tertimpa kedengkian 'Ain." (Hadits ini sangat lemah) Imam al Haitsami berkata, "Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dari riwayat Abu Bakar al Hudzali, dia seorang yang sangat lemah. (Majmu' al Zawaid: 5/21.
Kesimpulannya, berdoa kepada Allah meminta kebaikan pada kendaraan yang baru dibeli dan dijauhkan dari keburukan yang ada padanya, itu dibolehkan. Di antaranya dengan doa-doa di atas, doa keberkahan, dan doa karena ta’ajub melihat keindahan kendaraan yang dimilikinya. Wallahu A’lam.

Copy From :
http://www.voa-islam.com/read/doa/2015/08/11/38530/doa-dan-ruqyah-untuk-mobil-baru/#sthash.UyAoBpmW.dpuf

Friday 29 April 2016

Tujuan utama ziarah kubur ada dua :

Pertama, tujuan yang manfaatnya kembali kepada orang yang berziarah. Bentuknya mengingatkan orang yang berziarah akan kematian dan kehidupan dunia yang fana. Bekal utama mereka adalah iman dan amal soleh.
Tujuan ini yang sering ditekankan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam hadis dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمِ الْآخِرَةَ
”Dulu aku melarang kalian untuk ziarah kubur. Sekarang lakukanlah ziarah kubur, karena ziarah kubur mengingatkan kalian akan akhirat.” (HR. Ahmad 1236 dan dishahihkan oleh Syuaib al-Arnauth).
Dalam riwayat lain, beliau bersabda,
فَزُورُوَا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكّركُمُ الـمَوتَ
Lakukanlah ziarah kubur, karena ziarah kubur akan mengingatkan kalian tentang kematian.” (HR. Ibn Hibban 3169 dan sanadnya dinilai shahih oleh Syuaib al-Arnauth).

Kedua, tujuan yang manfaatnya kembali kepada mayit
Bentuknya adalah salam dari pengunjung dan doa kebaikan untuk mayit, serta seluruh penghuni kubur lainnya. Orang mati yang sudah tidak mampu menambah amal, dia sangat membutuhkan doa orang yang masih hidup.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan kepada kita doa ketika berziarah kubur. Teks doanya,
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ
ASSALAMU ’ALAIKUM AHLAD-DIYAAR MINAL MU’MINIINA WAL MUSLIMIIN. YARHAMULLOOHUL MUSTAQDIMIINA MINNAA WAL MUSTA’KHIRIIN.
WA INNA INSYAA ALLOOHU BIKUM LA-LAAHIQUUN
WA AS ALULLOOHA LANAA WALAKUMUL ‘AAFIYAH.
“Semoga keselamatan tercurah kepada kalian, wahai penghuni kubur, dari (golongan) orang-orang beriman dan orang-orang Islam, semoga Allah merahmati orang-orang yang mendahului kami dan orang-orang yang datang belakangan. Kami insya Allah akan menyusul kalian, saya meminta keselamatan untuk kami dan kalian.”
Hadis ini diajarkan kepada A’isyah radhiyallahu ‘anha, ketika beliau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang doa yang dibaca pada saat ziarah kubur.
(HR. Ahmad 25855, Muslim 975, Ibnu Hibban 7110, dan yang lainnya).
Bisa juga dengan bacaan yang lebih ringkas,
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengunjungi kuburan. Kemudian beliau berdoa,
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ
“Keselamatan untuk kalian, wahai penghuni rumah kaum mukiminin. Kami insyaaAllah akan menyusul kalian.” (HR. Muslim 249).

Tidak Dianjurkan Membaca al-Quran di Kuburan

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثَةٍ : إِلا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seorang manusia mati maka terputuslah darinya amalnya kecuali dari tiga hal; dari sedekah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim 1631).
Imam an-Nawawi (w. 676 H) – salah satu ulama madzhab Syafiiyah – menjelaskan hadis ini, dengan mengatakan,
وَفِيهِ أَنَّ الدُّعَاء يَصِل ثَوَابه إِلَى الْمَيِّت , وَكَذَلِكَ الصَّدَقَة ….وَأَمَّا قِرَاءَة الْقُرْآن وَجَعْل ثَوَابهَا لِلْمَيِّتِ وَالصَّلاة عَنْهُ وَنَحْوهمَا فَمَذْهَب الشَّافِعِيّ وَالْجُمْهُور أَنَّهَا لا تَلْحَق الْمَيِّت
Dalam hadis ini terdapat dalil bahwa doa akan sampai pahalanya kepada mayit, demikian pula sedekah… sedangkan bacaan al-Quran, kemudian pahalanya dihadiahkan untuk mayit, atau shalat atas nama mayit, atau amal ibadah lainnya, menurut madzhab Imam as-Syafii dan mayoritas ulama, amalan ini tidak bisa diberikan kepada mayit. (Syarh Shahih Muslim, 11/85).

Mendoakan Mayit Bisa Dimanapun

Seluruh orang yang telah meninggal, snagat membutuhkan doa baik dari mereka yang hidup, karena mayit tidak lagi mampu beramal.Karena itu, jangan sampai kita memiliki prinsip, hanya mendoakan keluarga yang telah meninggal jika kita ziarah kubur. Padahal, ziarah kubur tidak mungkin bisa sering kita lakukan. Umumnya orang hanya setahun sekali.
Untuk itu, penting dipahami bahwa mendoakan mayit bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun. Anda tidak perlu bergantung kepada kuburan, ketika hendak mendoakan mayit. Anda bisa doakan keluarga yang telah meninggal, ketika di masjid, seusai shalat tahajud, atau ketika di tempat mustajab pada saat haji atau umrah.
Allah ajarkan prinsip mendoakan saudara kita yang telah meninggal, dalam firman-Nya,
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb Kami, beri ampunlah Kami dan saudara-saudara Kami yang telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati Kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb Kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hasyr: 10)
Jika kita renungkan, sejatinya adanya saling mendoakan antara yang hidup dan yang mati, merupakan bagian dari nikmat Allah kepada orang yang beriman. Karena ikatan iman, orang yang masih hidup bisa tetap memberikan doa kepada orang lain, meskipun dia sudah meninggal.

Tidak Boleh Mendoakan Orang Kafir yang Meninggal

Ketika Abu Thalib meninggal dunia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat sedih. Sedih bukan karena ditinggal pamannya, tapi sedih karena sang paman mati dalam keadaan musyrik. Pamannya tidak bersedia mengucapkan laa ilaaha illallah.
Karena saking sedihnya, sampai beliau bersumpah untuk memohonkan ampunan bagi pamannya,
وَاللَّهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْكَ
”Demi Allah, aku akan memohonkan ampunan untukmu, selama aku tidak dilarang.” (HR. Bukhari 1360 & Muslim 24).
Karena peristiwa ini, Allah menurunkan teguran kepada beliau,
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ ( ) وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. ( ) Sementara permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka, tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, Maka Ibrahim berlepas diri dari padanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi Penyantun. (QS. At-Taubah: 113 – 114).
Nabi Ibrahim pernah mendoakan ayahnya dengan doa ampunan,
سَلَامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا
Berkata Ibrahim: “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. (QS. Maryam: 47)
Dan doa ini beliau panjatkan sebelum beliau tahu, ayahnya akan mati kafir.
Allahu a’lam

Sumber : https://konsultasisyariah.com/20865-doa-ziarah-kubur.html

Monday 21 March 2016

TATA CARA MANDI

KITAB THAHARAH (BERSUCI)

E.  M A N D I
Mandi adalah menyiramkan air ke seluruh permukaan tubuh dengan niat. Yang dimaksud dengan mandi dalam pembahasan ini adalah mandi ibadah, baik mandi yang bersifat wajib –seperti mandi karena junub– maupun sunah –seperti mandi untuk shalat Jum’at–.
Mandi adalah perbuatan yang disyariatkan baik untuk ibadah maupun bukan ibadah berdasarkan Alquran dan hadits. Adapun Alquran:
وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
“Dan jika kamu junub maka bersucilah (mandilah).” (Al-Mâidah: 6).
Rasulullah SAW bersabda:
حَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ أَنْ يَغْتَسِلَ فِيْ كُلِّ سَبْعَةِ أَيَّامٍ يَوْماً، يَغْسِلُ فِيْهِ رَأْسَهُ وَجَسَدَهُ
“Sepantasnya bagi setiap muslim untuk mandi pada satu hari dalam tujuh hari. Ia membasuh di dalamnya kepala dan badannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

a. Rukun Mandi
Mandi memiliki dua rukun, yaitu berniat melaksanakan mandi wajib dan menyiramkan air ke seluruh tubuh secara merata.
1. Niat dilakukan bersamaan dengan menyiramkan air pertama kali ke atas tubuh. Nabi SAW bersabda:
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan itu tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Niat yang dihadirkan adalah untuk menghilangkan hadas besar, seperti dengan menyatakan dalam hati: (نَوَيْتُ اْلغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلأَكْبَرِ) “aku niat mandi untuk menghilangkan hadas besar.”
2. Menyiramkan air ke seluruh permukaan tubuh bagian luar. Aisyah RA berkata: “Nabi SAW jika mandi junub maka akan memulai dengan mencuci kedua tangannya. Lalu beliau berwudhu seperti wudhu untuk shalat. Lalu memasukkan tangannya ke air dan menyela-nyela rambutnya dengan itu. Lalu mengucurkan air ke atas kepalanya tiga kali. Lalu menyiramkan air ke seluruh permukaan kulitnya.” (HR. Bukhari).

b. Sunah Mandi
Perbuatan-perbuatan yang disunahkan dalam mandi berjumlah banyak. Sebagian besar memiliki kesamaan dengan perbuatan yang disunahkan dalam berwudhu karena keduanya memiliki kesamaan sebagai sarana dalam bersuci. Diantara sunah mandi tersebut adalah:
1. Menghilangkan kotoran dari seluruh tubuh. Maimunah RA menceritakan tentang mandi Rasulullah SAW: “Lalu beliau menuangkan air ke tangan kiri dan membersihkan kemaluannya.”
2. Buang air kecil jika mandinya disebabkan keluar air mani agar sisa air mani yang mungkin tertinggal pada kemaluan dapat ikut keluar.
3. Menghadap kiblat.
4. Mandi sambil berdiri.
5. Membaca basmalah dan berniat melaksanakan sunah mandi.
6. Bersiwak atau membersihkan gigi.
7. Mencuci kedua telapak tangan.
8. Berkumur dan membersihkan hidung.
9. Berwudhu, baik sebelum mandi, setelahnya atau di tengah-tengahnya.
10. Mencermati anggota tubuh yang mungkin tidak terkena air karena keabsahan mandi tergantung sampainya air ke seluruh permukaan tubuh.
11. Menyela-nyela rambut.
12. Menggosok tubuh.
13. Memulai dari sebelah kanan.
14. Menigakalikan siraman.
15. Muwalah, yaitu tidak membiarkan bagian tubuh kering sebelum tubuh yang lain terkena air.
16. Menutup bagian aurat besar (kedua kemaluan).

c. Tatacara Mandi
Berikut tatacara mandi yang disunahkan:
1. Bersihkan badan dari seluruh kotoran, baik najis ataupun lainnya, seperti air mani, air kencing, dan lain sebagainya.
2. Berniat melakukan sunah mandi, lalu menghadap kiblat, mengucapkan basmalah, bersiwak atau membersihkan gigi, mencuci kedua tangan, berkumur dan membersihkan hidung masing-masing dilakukan sebanyak tiga kali.
3. Membersihakn kedua kemaluan dan sekitarnya dengan berniat menghilangkan hadas besar atau dengan niat mandi sunah (sesuai jenis mandi yang dilakukan).
4. Berwudhu secara sempurna dengan semua sunah-sunahnya. Untuk niat wudhu ini, jika ia berhadas kecil maka berniat menghilangkan hadas kecil, tapi jika tidak berhadas kecil maka berniat melaksanakan sunah mandi.
5. Menyiramkan air ke atas kepalanya sambil berniat melaksanakan mandi wajib atau mandi sunah.
6. Menyiramkan air ke sebelah kanan tubuhnya pada bagian depan, lalu ke bagian belakang. Lalu menyiramkan air ke sebelah kiri bagian depan lalu bagian belakang.
7. Memastikan bahwa air telah mengenai seluruh tubuh bagian luar dengan mencermati bagian tubuh yang mungkin tidak terkena air, seperti ketiak, sela-sela jari, selangkangan, ujung mata, rongga dan daun telinga, serta lipatan tubuh.

d. Mandi-mandi Sunah
Terdapat berbagai jenis mandi-mandi sunah, diantaranya adalah:
1. Mandi Jum’at. Ini adalah mandi sunah yang terbaik. Waktunya dimulai sejak terbit fajar pada hari Jum’at. Dianjurkan untuk mengakhirkan mandi Jum’at hingga sebelum berangkat ke masjid.
Nabi SAW bersabda tentang hari Jum’at:
لَوْ أَنَّكُمْ تَطَهَّرْتُمْ لِيَوْمِكُمْ هَذَا
“Hendaklah kalian bersuci (mandi) untuk hari kalian ini.” (HR. Bukhari dan Mulsim).
2. Mandi hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Muwatha’ dari Ibnu Umar RA bahwa beliau melakukan mandi sebelum pergi melaksanakan shalat Ied. Waktunya dimulai sejak pertengahan malam hari raya dan berakhir ketika terbenam matahari. Mandi ini dianjurkan karena keberadaan hari raya, bukan karena akan menghadiri shalat Ied, sehingga dianjurkan untuk semua orang meskipun ia tidak pergi melaksanakan shalat Ied seperti wanita haid dan anak yang telah mumayiz.
3. Mandi bagi orang yang memandikan mayit. Dilakukan setelah seseorang memandikan mayit, meskipun mayit orang kafir. Waktunya dimulai sejak selesai memandikan mayit dan berakhir ketika tidak ada keinginan mandi. Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ غَسَّلَ مَيْتاً فَلْيَغْتَسِلْ
“Barang siapa yang memandikan mayit maka hendaklah mandi.” (HR. Ibnu Majah).
Dalam riwayat lain:
مِنْ غُسْلِهِ الْغُسْلُ وَمِنْ حَمْلِهِ الْوُضُوءُ
“Hendaklah mandi karena memandikan mayit, dan hendaklah wudhu karena membawanya.” (HR. Tirmidzi).
4. Mandi shalat Istisqa (meminta hujan), karena ini adalah shalat yang dianjurkan untuk berkumpul sehingga dianjurkan untuk mandi seperti shalat Jum’at. Jika shalat ini dilakukan sendiri maka waktu mandi dimulai sejak akan melaksanakan shalat, tapi jika dilakukan secara berjamaah maka ketika orang-orang sudah mulai berkumpul. Waktunya berakhir dengan berakhirnya shalat.
5. Mandi shalat kusuf dan khusuf (gerhana matahari dan bulan), karena dianjurkan dilaksanakan secara berjamaah. Waktunya dimulai ketika sudah mulai berubah dan berakhir dengan berakhirnya shalat.
6. Mandi orang yang baru masuk Islam. Jika orang yang baru masuk Islam tersebut tidak pernah junub ketika kafir, tetapi jika pernah junub maka hukumnya wajib. Diriwayatkan oleh Qais bin Ashim berkata: “Aku datang kepada Nabi SAW untuk masuk Islam maka beliau memerintahkanku untuk mandi dengan air dan daun bidara.” (HR. Abu Daud).
7. Mandi setelah sadar dari pingsan atau gila. Sebagaimana yang diceritakan oleh Aisyah RA: “Rasulullah SAW dalam keadaan sangat berat dalam sakitnya. Beliau berkata: “Apakah orang-orang sudah shalat?” Kami menjawab: “Belum. Mereka menunggumu, ya Rasulullah.” Beliau berkata: “Letakkan air di bejana.” Kami pun menuruti. Beliau mandi lalu berdiri untuk pergi dengan susah payah. Beliau pun pingsan. Ketika sadar kembali beliau berkata: “Apakah orang-orang sudah shalat?” Kami menjawab: “Belum. Mereka menunggumu, ya Rasulullah.” Beliau berkata: “Letakkan air di bejana.” Kami pun menuruti. Beliau mandi lalu berdiri untuk pergi dengan susah payah. Beliau pun pingsan. Ketika sadar kembali beliau berkata: “Apakah orang-orang sudah shalat?” Kami menjawab: “Belum. Mereka menunggumu, ya Rasulullah.” Lalu beliau mengutus Abu Bakar.” (HR. Bukhari dan Muslim).
8. Mandi setelah melakukan bekam. Aisyah RA berkata: “Nabi SAW mandi karena empat perkara: junub, hari Jum’at, selesai berbekam dan memandikan mayit.” (HR. Abu Daud dan Ahmad).
9. Mandi untuk masuk masjid.
10. Mandi pada setiap malam bulan Ramadhan. Dimulai sejak magrib agar tubuhnya lebih segar bugar.
11. Mandi dalam haji dan umrah. Seperti mandi untuk ihram, ketika akan masuk kota Mekah, akan melaksanakan wukuf di Arafah, akan thawaf dan melempar jumrah. Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA bahwa beliau melaksanakan mandi sebelum ihram, sebelum masuk Mekah dan pada malam Arafah untuk wukuf (HR. Malik).
12. Mandi untuk masuk ke kota Madinah.
13. Mandi karena akan menghadiri suatu acara yang dihadiri banyak kaum muslimin.

wallahu a’lam.
Terima Kasih Ust.Ahmad Ghozali Assegaf Atas Kajiannya Semoga Dapat Memberikan Ilmu Yg Bermanfaat Bagi Banyak Orang,Semoga Selalu Di berikan Umur Yg Panjang Amiin..
http://ahmadghozali.com

Tuesday 15 March 2016

TATA CARA BERWUDHU

KITAB THAHARAH (BERSUCI)

D. W U D H U
Secara bahasa wudhu berarti indah. Wudhu adalah membasuh atau mengusap air pada anggota badan tertentu dengan cara tertentu.
Wudhu disyariatkan berdasarkan Alquran dan hadits. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (Al-Mâidah: 6).
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Humron bahwa Utsman bin Affan RA memintanya mengambilkan air untuk wudhu. Lalu beliau membasuh (mencuci) kedua telapak tangannya tiga kali. Lalu berkumur, menghirup air (istinsyaq) dan membuangnya. Lalu membasuh wajahnya tiga kali. Lalu membasuh tangan kanannya hingga siku-siku tiga kali, lalu tangan kiri seperti itu juga. Lalu mengusap kepalanya. Lalu membasuh kaki kanannya hingga kedua mata kaki tiga kali, lalu kaki kiri seperti itu juga. Lalu Utsman berkata: “Aku telah melihat Rasulullah SAW berwudhu seperti wudhuku ini.”

a. Syarat-syarat Wudhu
Terdapat beberapa syarat agar wudhu menjadi sah, yaitu:
1. Islam.
2. Mumayiz, yaitu seorang anak yang sudah dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. Sejumlah ulama membatasinya dengan umur yaitu tujuh tahun.
3. Suci dari haid dan nifas.
4. Tidak ada sesuatu yang menghalangi air sampai pada kulit, seperti benda berbahan plastik, cat, lilin dan minyak. Begitu pula kotoran kuku dan mata yang dianggap menghalangi sampainya air ke permukaan kulit.
5. Bebas dari najis aini (yang memiliki rasa, bau atau warna).
6. Berwudhu dengan air yang suci dan mensucikan.
7. Tidak ada sesuatu yang dapat merubah sifat air, seperti sabun atau tinta.
8. Mengalirnya air secara alami ke anggota wudhu selain rambut (kepala), sehingga tidak cukup dengan kain basah atau batu es.
9. Telah masuk waktu dan dilakukan secara muwalah (tidak terputus) bagi orang yang memiliki gangguan beser dan perempuan yang kedatangan darah penyakit (istihadhah).

b. Rukun wudhu
Wudhu memiliki enam rukun. Empat rukun ditetapkan berdasarkan ayat wudhu (surah Al-Mâidah ayat 6) dan dua rukun (yaitu niat dan tertib) didasarkan pada hadits-hadits Nabi SAW. Keenam rukun tersebut yaitu:
1. Niat. Nabi SAW bersabda:
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan itu tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Niat dilakukan bersamaan dengan membasuh bagian pertama dari wudhu yaitu wajah. Niat yang diperhitungkan adalah yang dihadirkan dalam hati. Pelafalan niat dengan lisan tidak dianggap sebagai niat tapi melakukannya adalah sunah (dianjurkan). Niat boleh dengan bahasa selain Arab.
Contoh niat wudhu: ( نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلأَصْغَرِ لِلهِ تَعَالَى ) “Aku niat berwudhu untuk menghilangkan hadas kecil karena Allah Ta’ala.”
2. Membasuh wajah. Yang dimaksud membasuh atau mencuci adalah mengalirkan air pada permukaan kulit sehingga tidak cukup sekedar mengelap wajah dengan kain basah atau tangan basah. Batas wajah adalah dari tempat tumbuhnya rambut di bagian ubun-ubun kepala hingga tempat tumbuhnya jenggot di bagian dagu, dan dari batas telinga kanan hingga telinga kiri.
3. Membasuh kedua tangan hingga siku.
4. Mengusap rambut atau kulit kepala. Yang dimaksud mengusap adalah membasahi (mengelap) dengan sisa air yang ada di tangan. Rambut yang boleh diusap adalah yang tidak keluar dari batas kepala jika diulur ke bawah.
5. Membasuh kedua kaki hingga mata kaki.
6. Maksudnya melakukan rukun-rukun diatas secara berurutan dari awal hingga akhir berdasarkan berbagai dalil baik Alquran maupun hadits serta perbuatan Nabi SAW yang selalu melaksanakan wudhu secara berurutan.

c. Sunah wudhu
  • Pertama: Sunah wudhu secara umum:
1. Menghadap kiblat karena kiblat adalah arah terbaik dan merupakan arah dalam setiap ketaatan.
2. Duduk untuk menghindari cipratan air mustakmal (bekas wudhu) karena dianggap air kotor meskipun suci dan karena sebagian ulama menganggapnya najis.
3. Tidak berbicara.
4. Memulai dari anggota sebelah kanan, berdasarkan hadits:
إِذَا تَوَضَّأْتُمْ فَابْدَؤُوْا بِمَيَامِنِكُمْ
“Jika kalian berwudhu maka mulailah dari bagian kanan.” (HR. Ibnu Majah).
5. Menggosok permukaan kulit, sebagaimana dalam hadits Abdullah bin Zaid bahwa Nabi SAW menggosok kulitnya dalam wudhu (HR. Ahmad).
6. Menigakalikan dalam membasuh dan mengusap, sebagaimana hadits Utsman yang menceritakan tatacara wudhu Nabi SAW (HR. Bukhari dan Muslim).
7. Tidak membasuh atau mengusap lebih dari tiga kali. Berdasarkan sabda Nabi SAW setelah beliau berwudhu dengan menigakalikan basuhan:
هَكَذَا الْوُضُوْءُ فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا أَوْ نَقَصَ فَقَدْ أَسَاءَ وَظَلَمَ
“Begitulah wudhu. Maka barang siapa menambah dari ini atau menguranginya maka sungguh ia berlaku buruk dan zalim.” (HR. Abu Daud).
8. Muwalah, yaitu melakukan wudhu secara berkelanjutan sehingga anggota wudhu pertama tidak kering ketika membasuh anggota yang kedua. Ini didasarkan atas perbuatan Nabi SAW yang selalu menyelesaikan wudhu tanpa ditunda.
9. Hemat dalam menggunakan air. Karena berlebih-lebihan adalah hal yang dilarang. Nabi SAW juga bersabda:
إِنَّهُ سَيَكُوْنُ فِيْ هَذِهِ اْلأُمَّةِ قَوْمٌ يَعْتَدُوْنَ فِي الطَّهُوْرِ وَالدُّعَاءِ
“Sungguh akan ada di umat ini orang-orang yang berlebihan dalam bersuci dan doa.” (HR. Abu Daud).
10. Tidak meminta bantuan dalam berwudhu karena dapat menghilangkan kerendahan diri dan menimbulkan kesombongan. Ibnu Abbas RA berkata: “Rasulullah SAW tidak menyerahkan urusan wudhunya kepada orang lain. Tidak pula dalam urusan sedekah yang beliau akan berikan kepada orang lain. Beliau sendiri yang melakukan itu semua.” (HR. Ibnu Majah).
11. Tidak mengibaskan anggota wudhu sehingga air yang ada padanya menjadi hilang atau kering. Karena tindakan itu seperti menunjukkan ketidaknyamanan dengan ibadah. Dan setiap tetes air di tubuh orang yang berwudhu akan mengurangi dosa-dosa yang ada padanya hingga tetes terakhir.
12. Tidak mengeringkan air pada anggota wudhu dengan kain kecuali darurat. Diriwayatkan bahwa Maimunah RA –isteri Nabi SAW—memberikan handuk kepada beliau setelah mandi tetapi beliau tidak mengambilnya dan mengurangi air dengan tangannya. (HR. Bukhari dan Muslim).
  • Kedua: Sunah wudhu sebelum membasuh wajah.
1. Berniat melakukan sunah wudhu. Karena amalan yang tidak disertai niat ibadah tidak dianggap sebagai ibadah.
2. Membaca basmalah dan ta’awudz. Karena anjuran membaca basmalah dalam setiap perbuatan baik. Dan diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda:
تَوَضَّؤُوْا بِسْمِ اللهِ
“Berwudhulah dengan menyebut nama Allah.” (HR. Nasa`i).
3. Bersiwak atau membersihkan gigi. Rasulullah SAW bersabda:
لَوْ لاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ وُضُوْءٍ
“Seandainya tidak memberatkan umatku niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak pada setiap wudhu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
4. Membasuh kedua telapak tangan hingga pergelangan. Diriwayatkan dari Abdullah bin Zaid RA ketika ditanya tentang tata cara wudhu Nabi SAW. Maka beliau meminta diambilkan bejana air lalu berwudhu seperti wudhunya Nabi SAW. Beliau menuangkan air ke telapak tangannya dari bejana dan mencucinya tiga kali. Lalu memasukkan tangannya dalam bejana itu. (HR. Bukhari dan Muslim).
5. Berkumur-kumur.
6. Membersihkan lubang hidung, yaitu dengan menghirup air dan mengeluarkannya kembali. Dalam hadits Abdullah bin Zaid RA yang menyontohkan wudhu Nabi SAW: Lalu berkumur, menghirup air dan mengeluarkannya sebanyak tiga kali. (HR. Bukhari dan Muslim).
Sangat dianjurkan untuk berlebih-lebihan dalam berkumur dan membersihkan hidung kecuali jika sedang berpuasa. Nabi SAW bersabda:
وَبَالِغْ فِي اْلاسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ صَائِماً
“Dan berlebihanlah dalam menghirup air kecuali jika berpuasa.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasa`i dan Ibnu Majah).
  • Ketiga: Sunah wudhu ketika membasuh wajah.
1. Melafalkan niat, yaitu bersamaan dengan basuhan pertama pada wajah.
2. Memulai membasuh wajah dari bagian atas.
3. Mengambil air dengan kedua telapak tangan.
4. Memperhatikan bagian ujung mata yang berada di dekat hidung.
5. Menyela-nyela jenggot dan jambang yang lebat. Berdasarkan hadits Anas RA bahwa Rasulullah SAW jika berwudhu akan mengambil air dengan telapaknya dan meletakkan di bawah mulutnya lalu beliau menyela-nyela jenggotnya. Lalu beliau bersabda: “Beginilah aku diperitah oleh Tuhanku.” (HR. Abu Daud).
6. Melebihkan basuhan dari batas wajah. Juga bagian lain dari anggota wudhu. Nabi SAW bersabda:
إِنَّ أُمَّتِي يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوءِ فَمَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ
“Sesungguhnya umatku akan dipanggil dalam keadaan bersinar (wajah, tangan dan kakinya) karena bekas wudhu. Maka barang siapa diantara kalian yang dapat untuk melebihkan basuhannya maka lakukanlah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
7. Tidak memukulkan air ke wajah.
  • Keempat: Sunah wudhu ketika membasuh kedua tangan.
1. Memulai basuhan dari kedua telapak tangan jika menyiramkan air adalah dirinya sendiri. Namun, jika yang menyiramkan adalah orang lain –termasuk juga kran air– maka dimulai dari bagian siku-siku.
2. Menyela-nyela jari-jemari. Berdasarkan perintah Nabi SAW:
وَخَلِّلْ بَيْنَ الأَصَابِعِ
“Dan sela-selailah jari-jemari.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasa`i dan Ibnu Majah).
3. Melebihkan basuhan dari batas tangan.
4. Menggerakkan cincin sehingga air benar-benar mengenai kulit di bawah cincin.
  • Kelima: Sunah wudhu ketika mengusap rambut atau kepala.
1. Mengusap semua rambut kepala. Caranya dengan meletakkan kedua ibu jari di kedua pelipis dan menempelkan kedua jari telunjuk serta meletakkanya di atas dahi (tempat tumbuh rambut). Lalu menarik tangannya ke belakang dan mengembalikan ke depan lagi jika rambutnya dapat dibalik. Tapi jika rambutnya pendek sekali atau panjang –seperti rambut perempuan– maka tidak perlu menarik kembali ke depan.
Hal ini sebagaimana perkataan Abdullah bin Zaid RA: “Bahwa Rasulullah SAW mengusap kepalanya dengan kedua tangan maju dan mundur. Beliau memulai dari bagian depan kepala dan digeser hingga tengkuknya. Lalu beliau kembalikan ke tempat semula.” (HR. Bukhari dan Muslim).
2. Membasuh kedua telinga setelah membasuh rambut atau kepala. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA ia berkata: “Nabi SAW membasuh kepalanya dan kedua telinganya bagian dalam luar dan dalam.” (HR. Tirmidzi).
  • Keenam: Sunah wudhu ketika membasuh kedua kaki.
1. Memulai basuhan dari ujung jari.
2 Melebihkan basuhan dari batas mata kaki.
3. Berlebihan dalam membasuh tumit. Nabi SAW bersabda:
وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ
“Celakalah tumit-tumit (yang tidak terbasuh) dalam neraka.”
4. Menyela-nyela jari kaki.
  • Ketujuh: Sunah wudhu setelah selesai berwudhu.
1. Membaca doa wudhu sambil menghadap kiblat:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللّهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
“Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah yang Maha Esa tidak sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan rasul-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk dalam golongan orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk dalam golongan orang-orang yang mensucikan.”
2. Melaksanakan shalat dua rakaat wudhu. Dianjurkan membaca surah al-Kaafiruun pada rakaat pertama dan surah al-Ikhlaash pada rakaat kedua. Rasulullah SAW bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ وُضُوْءَهُ ثُمَّ يَقُوْمُ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ مُقْبِلٌ عَلَيْهِمَا بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ إِلاَّ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ
“Tiada seorang muslim yang berwudhu dan menyempurnakan wudhunya lalu ia melaksanakan shalat dua rakaat dengan penuh kekhusyukan dengan wajah dan hatinya kecuali ia pasti mendapatkan surga.” (HR. Muslim).
Wallahu A’lam.

 Thanks To Al Ustadz Ahmad Ghozali Assegaf
http://ahmadghozali.com/196-2/?utm_source=twitterfeed&utm_medium=facebook

Wednesday 10 February 2016

Renungan Diri

Kawan...
Disaat kita memakai jam tangan seharga Rp 500.000,- atau Rp 500.000.000,-, kedua jam itu menunjukkan waktu yg sama.
Ketika kita membawa tas atau dompet seharga Rp 500.000,- atau Rp 500.000.000,-, keduanya sama2 dapat membantumu membawa sebagian barang/uang.
Waktu kita tinggal di rumah seluas 50 m2 atau 5.000 m2, kesepian yg kita alami tetaplah sama.
Ketika kita terbang dengan first class atau ekonomi class, maka saat pesawat terbang jatuh maka kita pun ikut jatuh.
Kawan..
Kebahagiaan sejati bukan datang dari harta duniawi.
Jadi ketika kita memiliki pasangan, anak, saudara, teman dekat, teman baru dan lama...
Lalu kita ngobrol, bercanda, tertawa, bernyanyi, bercerita tentang berbagai hal, berbagi suka dan duka- itulah kebahagiaan sesungguhnya.
Hal penting yang patut di renungkan dalam hidup :
1. Jangan mendidik anak mu untuk terobsesi menjadi kaya. Didiklah mereka menjadi bahagia. Sehingga saat mereka tumbuh dewasa mereka menilai segala sesuatu bukan dari harganya.
2. Kata2 yg terbaik di Inggris :
"Makan makananmu sebagai obat. Jika tidak, kamu akan makan obat2an sebagai
makanan."
3. Seseorang yg mencintaimu tidak akan pernah meninggalkanmu karena walaupun ada 100 alasan untuk menyerah, dia akan menemukan 1 alasan untuk bertahan.
4. Banyak sekali perbedaan antara "manusia & menjadi manusia"
Hanya yg bijak yang mengerti tentang itu.
5. Hidup itu antara
"B" birth (lahir) dan "D" death (mati),
diantara nya adalah ada "C" choice (pilihan) hidup yang kita jalani, keberhasilannya ditentukan oleh setiap pilihan kita.
Kawan...
Jika kamu mau berjalan cepat, Jalanlah sendirian. Tetapi Jika kamu ingin berjalan jauh, jalanlah bersama sama.
6. Ada 6 dokter terbaik,
1. Keluarga
2. Istirahat
3. Olah raga
4. Makan yg sehat
5. Teman
6. Tertawa
Mari pelihara semua itu dalam semua tingkatan kehidupan & nikmatnya..!