Friday 21 March 2014

Protect Folder Menggunakan Notepad


Mungkin mengunci folder dengan sofware yang didownload dari internet mungkin sudah biasa, tapi jika software yang dibutuhkan hanya sofware bawaan Windows yaitu notepad, apa bisa?. Tentunya bisa. Tanpa basa basi lagi Langsung saja, nanti biar Anda praktekan sendiri di rumah.

Untuk mengunci software dengan notepad ini sangat mudah. Berikut caranya :

@ECHO OFF
title rahasia
if EXIST "Control Panel.{21EC2020-3AEA-1069-A2DD-08002B30309D}" goto UNLOCK
if NOT EXIST Locker goto MDLOCKER
:CONFIRM
echo Do You Want To Lock This Folder(Y/N)
set/p "cho=>"
if %cho%==Y goto LOCK
if %cho%==y goto LOCK
if %cho%==n goto END
if %cho%==N goto END
echo Invalid Choice ( Y=yes , N=no ).
goto CONFIRM
:LOCK
ren Locker "Control Panel.{21EC2020-3AEA-1069-A2DD-08002B30309D}"
attrib +h +s "Control Panel.{21EC2020-3AEA-1069-A2DD-08002B30309D}"
echo This Folder Is Locked
goto End
:UNLOCK
echoenter password
set/p "pass=>"
if NOT %pass%==masukanPassword goto FAIL
attrib -h -s "Control Panel.{21EC2020-3AEA-1069-A2DD-08002B30309D}"
ren "Control Panel.{21EC2020-3AEA-1069-A2DD-08002B30309D}" Locker
echo Unlocked
goto End
:FAIL
echo Invalid password
goto end
:MDLOCKER
md Locker
echo Locker created successfully
goto End
:End 
1. Ganti Yang berwarna merah dengan passwordmu .
2. Klik File > Save as
3. Beri nama apa saja yang penting extensinya *.bat
    (Contoh : FB.bat)
4. Tutup Notepad
5. Buka file yang anda simpan tadi (****.bat)
6.  Maka akan keluar folder bernama "Locker", Masukan file ke dalam folder itu. Folder itulah yang akan kita kunci/password
7.  setelah semua file di masukan, buka file****.bat tadi. Muncul Jendela Command Prompt Yang berisi:
Apakah kamu yakin ingin mengunci folder ini(Y/N)?
Ketik Y lalu ENTER..

8. Untuk membuka hanya buka ****.bat lalu masukan password
            Disamping caranya yang mudah ada beberapa kelemahan, antara lain:
A.   Password bisa dilihat dengan cara klik kanan file ****.bat lalu klik Edit
B.   Karena file bersifat hidden, kadang anti virus meng-unhide-kan folder Locker
Sekian dan Selamat Mencoba ........
ANTARA SUAMI, MERTUA DAN ORANG TUA

Kadang seorang isteri kurang memahami mana yang harus didahulukan, suaminya, orang tuanya atau mertuanya ?
SUAMI ADALAH TIKET SURGA BAGI ISTERI
Dia harus didahulukan daripada orang tua isteri. Hal ini terjadi karena PERNIKAHAN, yauitu proses IJAB dan QABUL (serah-terima) antara orang tua atau wali kepada suami. Sehingga hak dan kewajiban orang tua telah BERPINDAH kepada SUAMI.
Rasulullah SAW,
"Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata dia, "Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: "Wahai Rasulallah, siapakah orang yang paling besar haknya atas seorang wanita? Beliau menjawab: "Suami wanita itu."
Aku bertanya lagi: "Siapakah yang paling besar haknya atas seorang laki-laki?" Rasulullah menjawab: "Ibu laki-laki itu."
(Hadis Riwayat Imam Hakim, dalam kitab Al Mustadrak jilid 4 halaman 150).
"Setiap istri yang meninggal dunia dan diridhai oleh suaminya, maka ia masuk surga." (HR At-Tirmidzi)
Rasulullah dalam hadist, “Apabila wanita telah melaksanakan shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan menaati suaminya, niscaya dikatakan untuknya, masuklah surga dari pintu mana saja yang engkau sukai." (HR Ahmad & Thabrani).
ORANG TUA ADALAH TIKET SURGA BAGI SUAMI
َوَعَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-, عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( رِضَا اَللَّهِ فِي رِضَا اَلْوَالِدَيْنِ, وَسَخَطُ اَللَّهِ فِي سَخَطِ اَلْوَالِدَيْنِ )
أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ
“Dari Abdullah Ibnu Amar al-’Ash Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Keridloan Allah tergantung kepada keridloan orang tua dan kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua.”
(Hadits Riwayat Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim)
Sesuai dengan hadist Rasulullah SAW yang ditulis di atas, bahwa bagi seorang laki-laki, orang tuanya adalah lebih utama. Termasuk dibandingkan dengan istri dan anak-anaknya. Hal inipun bisa kita lihat dari kisah tiga orang yang terperangkap di dalam gua.
Di sini hanya akan sedikit “mengutip” cerita tentang orang pertama yang ada hubunganna dg hadist tersebut.
Suatu hari, ada tiga orang yang sedang dalam perjalanan, karena kemalaman merekapun memutuskan untuk berlindung di dalam gua. Setelah mereka ada di dalam gua, kemudian pintu gua tertutup oleh sebuah batu besar dan mereka walaupun dengan sekuat tenaga, tak bisa memindahkannya.
Kemudia salah seorang dari mereka berkata “"Sungguh, tiada satupun yang dapat menyelamatkan kita dari bahaya ini. Kecuali jika kita berdoa kepada Allah dengan menyebutkan AMAL SHOLIH yang pernah kita lakukan."
Kemudian orang pertama berdoa “Ya Allah, sesuangguhnya aku tidak pernah memberi minum susu siapapun termasuk anakku yang balita sebelum aku memberi minum susu orang tuaku. Suatu hari ketika aku pulang ke rumah, aku mau memberikan susu untuk orang tuaku, tetapi ternyata mereka sudah tidur dan aku tidak mau membangunkan mereka. Sungguh, aku menunggu mereka bangun sampai terbit fajar sambil membawa susu walaupun anakku menangis merengek-rengek minta susu di bawah kakiku. Sungguh jika aku melakukan ini karena mengharap ridhomu, maka bukakanlah pintu gua tersebut.” Kemudian pintu gua tersebut terbuka sepertiganya.
Dari kisah ini kita belajar, bahwa mendahulukan segala urusan orang tua bagi seorang laki-laki adalah yang utama. Karena ridho Allah bagi seorang laki-laki ada pada ridho orang tuanya.
Maka bila seorang laki-laki mempunyai istri yang senantiasa mendorong dan memotivasi suaminya untuk selalu berbuat baik pada orang tuanya, lebih mendahulukan mereka dari pada dirinya dan anak-anaknya, maka sungguh wanita seperti inilah yang bisa menjadi angga bagi suaminya untuk masuk ke surga, dan otomatis isterinya akan mengikuti suaminya karena keridloan suaminya sesuai hadits di atas.
Dan sebaliknya, seorang istri yang senantiasa selalu berusaha memicu permusuhan antara suami dan orang tuanya, maka dialah seburuk-buruk istri. Suami dan isterinya akan masuk neraka, kecuali meminta maaf dan memohon ampun kepada Allah ta'ala, dan mendapat ampunan-Nya.

Wednesday 19 March 2014

MENCINTAI DENGAN SEMPURNA

--> Sediakan Tisu Sebelum Membaca

Ada sepasang suami isteri, dimana sang isteri adalah wanita yang sangat amat cantik tanpa cacat sedikitpun.

Si suami begitu sangat mencintai sang isteri, begitu juga isterinya.
Di hari-hari itu, sedang maraknya tersebar penyakit kulit yang akibatnya merusak keindahan kulit.

Dan ternyata sang isteri merasa dirinya tertular. Wajahnya-pun mulai hancur digerogoti penyakit tsb.

Pada saat itu sang suami sedang berada di luar kota dan hendak pulang. Dalam perjalanan pulang, sang suami mengalami kecelakaan yang akibatnya suaminya menjadi "Buta"...

Dari hari ke hari.....

Sang isteri yang pada mulanya bidadari berubah menjadi wanita yang amat jelek dan menyeramkan namun sang suami tak bisa melihat, kehidupan mereka pun berjalan seperti biasa, penuh kasih sayang dan cinta seperti awal mereka menikah.

Βerjalan 45 tahun, sang isteri meninggal, sang suami sangat bersedih dan merasa kehilangan sekali.

Setelah pemakaman, sang suami adalah orang terakhir yang keluar dari pemakaman sang isteri.

Ketika berjalan, datanglah seseorang menyapa,
"Pak, bpk mau kemana???"
Jawab sang suami, "Saya mau pulang"

Мendengar jawaban tersebut, orang tersebut bersedih dengan keadaan sang suami yang buta dan hidup sendiri.

Lalu orang tersebut berkata, "Bukankah bpk buta dan selalu bergandengan dengan sang isteri?? Gmn sekarang bpk mau pulang sendiri?"

Jawab sang suami, "Anak muda, perlu kamu ketahui, bahwa selama 45 tahun ini sebenarnya saya tidak buta, semua itu saya lakukan agar tidak ada air mata dan kesedihan pada istriku. Saya tahu, bahwa wajah dan kulit istriku sudah menjadi sangat menakutkan, tapi itu tidak menjadi masalah bagi saya, karena saya begitu mencintainya".

Sungguh cinta yang berlandaskan karena Tuhan.

Τerimalah pasangan kita apa adanya dengan segala kekurangan dan kelebihannya
"KARENA KITA BUKAN MENCARI ORANG YANG SEMPURNA tetapi BAGAIMANA MENCINTAI PASANGAK KITA DENGAN CARA YANG SEMPURNA" dalam situasi dan kondisi apapun...!!!
KETEGARAN SEORANG AYAH

KENAPA setiap kita jauh dari orang tua, kita selalu kangen sama ibu. Kita selalu menyebut namanya. Kita selalu menghadirkan wajahnya dalam setiap pandangan hati. Itu karena ibu lah yang paling sering nanyain kabar kita ketika itu.

Tapi…

Kalau dari ibu, ternyata ayahlah yang selalu mengingatkan ibu supaya nelpon kita saat kabar belum didapat. Mereka was-was jika handphone kita tidak aktif, sedang kabar belum diketahui.

Waktu kecil, ayah sering ajarin kita naik sepeda. Padahal ibu sangat khawatir. Tapi ayah yakin karena kita pasti bisa melakukan sesuatu yang kita sendiri tidak yakin bisa.

Maka begitulah saat kita mengenal pacaran.

Kenapa ayah melarang kita pacaran?

Karena ayah sangat cemburu pada kita. Ayah tidak menginginkan kita menghabiskan masa muda ini dalam kesia-saiaan yang fana. Ayah tidak mau waktu muda kita dihabisi oleh orang lain. Beliau masih sangat menginginkan kita dan menjaga kita sebaik mungkin.

O iya, apakah sahabatku tahu?

Saat kita diwisuda, ayahlah yang pertama kali menepukkan tangannya. Itu karena ayah bangga memiliki kita. Lalu, ibu lah yang pertama kali meneteskan air mata kebahagiaan karena melahirkan seorang anak yang cerdas, secerdas kita. Ada 1 tepukkan kebanggaan dari ayah, diiringi dengan 1 tetes air mata kebahagiaan dari ibu.

Saat kita menginginkan sesuatu, lalu ayah tidak memberikan/mengizinkannya kepada kita, sebenarnya hatinya tidak tega ketika menolak permintaan kita. Namun ayah tetap harus tegas dihadapan kita. Dan itu dilakukan demi keberhasilan kita.

Dan saat kita telah bergandeng mesra dengan seorang pendamping hidup yang ada di tangan kita, ayah kita adalah orang yang pertama menangis dalam hati, seraya berkata “tugasku telah selesai mendidik dan menjagamu wahai anakku sayang.”

Subhanallah...
ORANG TUAMU BUKAN BARANG RONGSOKAN

Di Jepang, dulu pernah ada tradisi membuang orang yang sudah tua ke hutan. Mereka yang dibuang adalah orangtua yang sudah tidak berdaya, sehingga tidak memberatkan kehidupan anak-anaknya.

Pada suatu hari, ada seorang pemuda yang berniat membuang ibunya ke hutan. Karena si Ibu telah lumpuh dan agak pikun. Si pemuda tampak bergegas menyusuri hutan sambil menggendong ibunya. Si Ibu yang kelihatan tak berdaya, berusaha menggapai setiap ranting pohon yang bisa diraihnya lalu mematahkannya dan menaburkannya di sepanjang jalan yang mereka lalui.

Sesampai di dalam hutan yang sangat lebat, sianak menurunkan Ibu tersebut dan mengucapkan kata perpisahan sambil berusaha menahan sedih karena ternyata dia tidak menyangka tega melakukan perbuatan ini terhadap Ibunya.

Justru si Ibu yang tampak tegar. Dalam senyumnya, dia berkata, 'Anakku, Ibu sangat menyayangimu. Sejak kau kecil sampai dewasa, Ibu selalu merawatmu dengan segenap cintaku. Bahkan sampai hari ini, rasa sayangku tidak berkurang sedikitpun. Tadi Ibu sudah menandai sepanjang jalan yang kita lalui dengan ranting-rantingkayu. Ibu takut kau tersesat. Ikutilah tanda itu agar kau selamat sampai di rumah".

Setelah mendengar kata-kata tersebut, si anak menangis dengan sangat keras. Kemudian langsung memeluk ibunya dan kembali menggendongnya untuk membawa si Ibu pulang ke rumah. Pemuda tersebut akhirnya merawat Ibu yang sangat mengasihinya sampai Ibunya meninggal.
 

 "Orangtua" bukan barang rongsokan yang bisa dibuang atau diabaikan setelah terlihat tidak berdaya. Karena pada saat engkau Sukses atau saat engkau dalam keadaan Susah, hanya 'orangtua' yang mengerti kita dan bathinnya akan menderita jika kita susah.
"Orangtua" kita tidak pernah meninggalkan kita, bagaimanapun keadaan kita. Walaupun kita pernah kurang ajar kepada orangtua. Namun Bapak dan Ibu kita akan tetap mengasihi kita.
I Love You, My Parents.....
Pesan Bapak Untuk Anaknya di Facebook (sangat bagus utk renungan)

Seorang pemuda duduk di hadapan laptopnya. Login facebook. Pertama kali yang dia cek adalah inbox.
Hari ini terlihat sesuatu yang tidak dia perdulikan selama ini. Bagian ‘OTHER’ di inboxnya, ada dua pesan. Pesan pertama, spam. Pesan kedua, dia membukanya. Ternyata ada pesan dari 5 bulan yang lalu.
Dia baca isinya:
“Salam.
Ini kali pertama abah mencoba menggunakan facebook. Abah coba tambah kamu sebagai teman tapi tidak bisa. Abah juga tidak terlalu paham benda ini. Abah coba kirim pesan ini kepada kamu.
Maaf, abah tidak pandai mengetik. Ini pun kawan abah yang mengajarkan.
Ingatkah saat pertama kali kamu punya HP? Saat itu kamu kelas 4 MI. Abah kasian semua anak-anak sekarang punya HP. Jadi, abah hadiahkan pada kamu satu. Dengan harapan kamu akan telpon abah kalau kamu mau cerita tentang masalah asrama, sekolah atau apa-apa saja.
Tapi, kamu hanya telpon abah seminggu sekali. Tanya tentang uang makan dan jajan. Abah berpikir juga, isi ulang pulsa 100 ribu tapi telpon abah tidak sampai 5 menit. Sudah habiskah pulsanya?
Saat kamu kecil dulu, abah masih ingat pertama kali kamu bisa ngomong. Kamu asyik panggil, ‘Abah, abah, abah’. Abah Bahagia sekali anak lelaki abah panggil abah. Panggil Umi.
Abah senang bisa berbicara dengan kamu walaupun kamu mungkin tidak ingat dan tidak paham apa yang abah ucapkan di umur kamu 4 atau 5 tahun. Tapi, percayalah. Abah dan Umi bicara dengan kamu banyak sekali. Kamulah penghibur kami di saat kami berduka. Walaupun hanya dengan gelak tawamu.
Saat kamu masuk MI. Abah ingat kamu selalu bercerita dengan abah ketika membonceng motor dengan abah setiap pergi dan pulang sekolah. Banyak yang kamu ceritakan pada abah. Tentang ibu guru, sekolah, teman-teman.
Abah jadi makin bersemangat bekerja keras mencari uang untuk biaya kamu ke sekolah. Sebab kamu lucu sekali. Menyenangkan.
Ayah mana yang tidak gembira kalau anaknya suka ke sekolah untuk belajar.
Ketika kamu masuk MTs. Kamu mulai punya kawan-kawan baru. Kamu pulang dari sekolah, kamu langsung masuk kamar.
Kamu keluar pas waktu makan saja. Kamu keluar rumah dengan kawan-kawanmu.
Kamu mulai jarang bercerita dengan abah.
Kamu pandai. Akhirnya masuk asrama di Aliyah. Di asrama, jarak antara kita makin jauh. Kamu mencari kami saat perlu. Kamu biarkan kami saat tidak perlu.
Abah tahu, naluri remaja. Abah pun pernah muda. Akhirnya, abah tahu kalau ternyata kamu menyukai seorang gadis.
Ketika masuk kuliah, sikap kamu sama saja dengan ketika di Aliyah. Jarang hubungi kami. Sewaktu pulang liburan, kamu sibuk dengan HP kamu, dengan laptop kamu, dengan internet kamu, dengan dunia kamu.
Abah bertanya-tanya sendiri dalam hati. Adakah kawan istimewa itu lebih penting dari Abah dan Umi? Adakah Abah dan Umi cuma diperlukan saat kamu mau nikah saja sebagai pemberi restu? Adakah kami ibarat tabungan kamu saja?
Akhirnya, kamu jarang berbicara dengan abah lagi. Kalau pun bicara, dengan jari-jemari. Berjumpa tapi tak berkata-kata. Berbicara tapi seperti tak bersuara. Bertegur cuma waktu hari raya. Tanya sepatah kata, dijawab sepatah kata. Ditegur, kamu buang muka. Dimarahi, kamu tak cuti kemari lagi.
Malam ini, abah sebenarnya rindu sekali pada kamu.
Bukan mau marah atau mengungkit-ungkit masa lalu. Cuma abah sudah terlalu tua. Abah sudah di penghujung usia 60 an. Kekuatan abah tidak sekuat dulu lagi.
Abah tidak minta banyak…
Kadang-kadang, abah cuma mau kamu berada di sisi abah.
Berbicara tentang hidup kamu. Meluapkan apa saja yang terpendam dalam hati kamu.
Menangis pada abah. Mengadu pada abah.
Bercerita pada abah seperti saat kamu kecil dulu.
Apapun. Maafkan abah atas curhat abah ini.
Jagalah solat. Jagalah hati. Jagalah iman.
Mungkin kamu tidak punya waktu berbicara dengan abah. Namun, jangan sampai kamu tidak punya waktu berbicara dengan Allah.
Jangan letakkan cinta di hati pada seseorang melebihi cinta kepada Allah.
Mungkin kamu mengabaikan abah. Namun jangan kamu mengabaikan Allah.
Maafkan abah atas segalanya.”
Pemuda meneteskan air mata. Dalam hati perih tidak terkira. Bagaimana tidak, tulisan ayahandanya itu dibaca setelah 3 bulan beliau pergi untuk selama-lamanya.
Saudaraku, hargailah orang tua ketika mereka masih hidup... kadang kala kita terlalu sibuk bekerja, sekolah, kuliah, bahkan berpacaran, bertunangan, mengejar-ngejar lawan jenis yang kita sukai
Sampai kita lupa akan dia yang telah membesarkan kita
Memberi kita pendidikan untuk bekerja
Mengajari cara berjalan agar kita bisa hidup, beraktivitas
Jangan sampai anak kita nanti melupakan kita seperti kita melupakan orang tua kita...
SELAMAT TINGGAL SAYANG, I LOVE YOU

Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan ku bersama suamiku. Meskipun ia menikahiku, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.
Walaupun menikah terpaksa, sikap benciku aku selalu simpan dan aku rahasiakan. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.
Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.
Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.
Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.
Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.
Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.
Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.
"Maaf sayang, kemarin Erick meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku." Katanya menjelaskan dengan lembut.
Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. "Apalagi??"
"Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?" tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena "musuh"ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.
Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.
untuk kesekian kalinya aku telepon, tiba-tiba…. teleponku diangkat juga. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, "selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak Armandi?" kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.
Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, beberapa saat kemudian terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.
Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.
Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.
Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.
Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang.
Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.
Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana.
Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.
Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku berdoa karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Tuhan karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Doalah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Tuhan padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak.
Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.
Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.
Istriku Liliana tersayang,
Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.
Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.
Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukanlah banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Allah memberimu jodoh yang lebih baik dariku.
Teruntuk Sarah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu. Dan Erick, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Sarah ya. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Selamat tinggal sayang, I love you forever…….
Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.
Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.
Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.
Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku dinikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, "Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Sarah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?"
Aku merangkulnya sambil berkata "Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta."
Putriku menatapku, "Seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?"
Aku menggeleng, "bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua."
Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.
Pulang kerja seorang suami melihat isterinya yang tertidur pulas karena kecapekan bekerja seharian di rumah.
Suami mencium kening isterinya & bertanya,
"Bunda, udah shalat Ashar belum?"
Isterinya terbangun dg hati berbunga2 menjawab pertanyaan suami,
"sdh yah"
Isterinya beranjak dari tempat tidur mengambil piring yg tertutup, sore itu isterinya memasak kesukaan suaminya.
"Lihat nih, aku memasak khusus makanan kesukaan ayah."
Piring itu dibukanya, ada sepotong kepala ayam yang terhidang untuk dirinya.
Suami memakannya dg lahap & menghabiskannya.
Isterinya bertanya,
" Ayah, kenapa suka sekali makan kepala ayam ?, padahal aku sama anak2 paling tidak suka sama kepala ayam."
Suaminya menjawab,
" Itulah sebabnya karena kalian tidak suka, maka ayah suka makan kepala ayam supaya isteriku dan anak2ku lah yang mendapatkan bagian yg terenak dan terbaik "
Mendengar jawaban suami, terlihat butir2 mutiara mulai menuruni pipi sang Istri.
Jawaban itu menyentak kesadarannya yg paling dalam.
Tidak pernah dipikirkan olehnya ternyata sepotong kepala ayam begitu indahnya sbg wujud kasih sayang yg tulus kecintaan suami terhadap dirinya dan anak2.
" Makasih ya ayah atas cinta dan kasih sayangmu." ucap sang isteri.
Suaminya menjawab dg senyuman, pertanda kebahagiaan hadir didalam dirinya.
Subhanallah...
Semoga ALLAH memberikan jodoh bagi siapa yang belum mempunyai jodoh, yang sholeh/sholehah, yang mencintai ALLAH dan Rasul-Nya, dan paham terhadap al-Qur'an, sehingga bisa membimbing anak-anaknya menuju kepada ALLAH. Aamiin